Sabtu, 14 Oktober 2017

Sarapan Pecel 3000

Akhir-akhir ini perutku tidak lagi sekebal dulu, ia seringkali merengek meminta diisi. Sayangnya pemiliknya sudah terlalu nyaman dengan beraktivitas tanpa sarapan. Pada kondisi seperti ini, aku menjadi sangat rindu duduk denganmu di pagi hari, bersama sarapan pecel 3000 yang kadang-kadang berefek mules. Mungkin karena kita duduk terlalu pagi. Sayangnya lagi kita tidak bisa duduk terlalu lama dan terlalu sering. Butuh waktu yang sangat lama dan momen tertentu untuk mewujudkannya.

Mungkin pertemuan itu memang mahal. Tidak semahal sarapan pecel 3000 memang,  terlihat sangat sederhana, sesederhana komposisi sarapan yang kita santap tapi rasanya sangat istimewa. Aku senang duduk disana mendengarkan keluh kesahmu yang disampaikan terburu-buru. Aku juga senang menanyakan pertanyaan yang itu-itu saja. Dan tentu saja aku sangat senang, makanku menjadi sangat teratur ketika disana. Ahh aku jadi rindu berkunjung kesana.

Pertemuan itu memang mahal. Tak peduli jarak yang jauh atau pun dekat, terkadang kamu butuh pemikiran yang panjang untuk mewujudkannya. Karenanya hargailah setiap pertemuan itu.

Kamis, 17 Agustus 2017

Ujian Besar

Ujian akan selalu datang. Kapan, dimana, dan sedang apa pun kamu, dia akan benar-benar datang. Kedatangannya tidak dapat diterka, selayaknya kamu menanti dia yang tiba-tiba muncul di hadapanmu :3. Ada kalanya kita tidak cukup siap sehingga dengan tidak leluasa menghadapinya. Hasilnya, bisa jadi kegagalan atau sesuatu yang sangat luar biasa. Sebut saja ada keajaiban. Malaikat penolong tiba-tiba datang dan cling! kamu bisa melalui dengan mudah atau pun penuh kerja keras. Tetapi keajaiban tidak pernah murni ada sebagai keajaiban, kamu harus mengusahakannya, sendiri dan atas Kuasa-Nya. Keajaiban itu hanya untuk mereka yang selalu melakukan perbaikan, meski usaha-usaha kecil sekalipun. Semakin besar usaha dan perubahan yang dilakukan akan semakin besar ujian yang dihadapi dan semakin memuaskan pula hasilnya. 

Ujian juga bisa diciptakan sendiri, misalnya ketika terlalu banyak berdalih "tapi: aku tidak cukup kuat, aku tidak bisa, aku tidak memiliki kapasitas" dan tapi-tapi lainnya. Bagi beberapa orang, penghalang terbesar dalam hidupnya adalah ujian yang ia ciptakan sendiri. Sesekali berhentilah berkata "tapi."

"Segerakanlah dalam kebaikan, jika ada kesempatan jangan kau tunggu "tapi." Sesungguhnya yang menghambat kita untuk jadi lebih baik adalah kita yang selalu memikirkan "tapi"."
(Linda dan Mas Fahmi, W114 ITS)


p.s.: random writing

Rabu, 09 Agustus 2017

Geochimie 2012

Hari itu, sekitar 4 tahun sejak kita dikukuhkan menjadi mahasiswa Kimia ITS angkatan 2012. Di antara kita ada yang menjadi sangat akrab atau biasa saja. Kita dengan lakon kita masing-masing dalam alur cerita yang tentu saja berbeda. Ada yang menjadi pemeran utama atau mungkin hanya figuran dalam ceritaku dan ceritamu. Tapi perjalanan itu menjadi indah karena peran-peran ini bukan? Singkat kata, aku bersyukur semakin mengenal kalian di tahun terakhir perkuliahan. Terima kasih yang sangat tulus kuhaturkan kepada kalian: keluarga, sahabat, dan kolegaku Geochimiers 2012 :3

Hampir satu tahun kita hidup seatap, di bawah naungan Laboratorium Geokimia Molekuler. Haha sebut saja kita satu tim yang kadang kompak, selalu moody, dan sering gaje. Setelah sekian panjang perjalanan yang kita lalui, cobaan itu masih terus datang bahkan di tahap paling akhir sekalipun. Aku benar-benar merasa hidup :3

Berada di antara kalian menyadarkanku bahwa ada hal yang tidak bisa dijangkau ketika berpikir dan berjalan sendiri. Kita memang tidak diciptakan untuk saling melengkapi, karena terkadang kita sama-sama menjadi egois dan tidak mau mengalah. Kita juga tidak diciptakan untuk saling menguatkan. Kenyataannya kita sering rapuh dan menjadi kuat bersamaan. Mungkin lebih tepat jika kita diciptakan untuk saling mengingatkan, bahwa dibalik kerapuhanku masih ada kamu yang lebih rapuh atau sebaliknya. Bahwa dibalik beratnya perjalanan yang kuhadapi, masih ada kamu yang lebih sengsara. Aku menjadi belajar bahwa bersyukur harus selalu ada setelah berusaha.

Geochimiers 2012

Tidak ada pertemuan yang kebetulan dan sia-sia, bahkan jika kau belum menyadari arti penting pertemuan itu. You are more than a “tim hore."



p.s.: dalam rangka satu tahun pasca sidang Tugas Akhir

Rabu, 19 April 2017

Mufradat and Muhadarah

Speaking in English or Arabic is a rule for students who lives in Islamic boarding school, so that all newcomers have to learn and practice those languages. There are some methods we use in studying new languages, such as memorizing and public speaking.

Firstly, memorizing new words. The students will be given some new words we often use in daily conversation in a week. In learning new vocabularies, the member of education section will shout and explain the word followed by repetition from the students. Shouting new word together makes the learners easier to remember it. Then, the students have to apply the word in a sentence. This activity is called Mufradat (Arabic), means vocabulary. In our Islamic boarding school, Mufradat is an activity in learning new words in English and Arabic. This activity is held for the first class and second class twice a day, after Subuh and Ashar. 

Secondly, public speaking. In public speaking, the student will have a turn to deliver a speech in front of their friends. This activity called Muhadarah (Arabic) means meeting or lecturing. In this program, the speaker has to write an Islamic speech in Arabic or English (depends on his/her turn) and the speech will be corrected by the coach. Then, the speaker must deliver it without text. Delivering the speech, all audiences make summaries so that they will pay attention to the speaker. Besides, the coach can evaluate some aspects from this program, such as the capability and the improvement of students. 

Learning by doing is really useful to habituate the student using foreign languages. Pupils not only have to memorize and deliver a speech in those foreign languages, but they also have to use them in daily conversation, 6 months after they have registered as santri/wati. The one who doesn’t speak in either Arabic or English will be punished. Therefore, we rarely heard an Indonesian conversation in this area.  

p.s.: this writing based on my experience living in Islamic boarding school about ten years ago, there might be some differences nowadays and sorry for any grammatical mistakes.

Jumat, 17 Maret 2017

Kacamata

Dulu sekali, ketika mataku masih sangat normal aku selalu senang melihat perempuan berkerudung menggunakan kacamata. Jika ingatanku tidak salah, aku pernah membaca sebuah buku, tokoh utamanya adalah muslimah berkacamata. Aku senang melihat gambarnya, nampak cantik, cerdas, dan meneduhkan. Sejak saat itu aku bercita-cita, suatu hari nanti ingin menggunakan kacamata. Hingga akhirnya, mataku mewujudkan cita-cita itu ketika duduk di bangku SMA. Haha aku selalu menertawakan keinginan itu ketika mulai menggunakan kacamata. Ternyata yang terlihat cantik itu belum tentu terasa cantik.
Kacamata yang selalu setia menemani hari-hariku
Seiring berjalannya waktu, kacamata menjadi salah satu barang berharga yang selalu menemani hari-hariku. Aku menjadi sangat menyayangi kacamataku (meskipun terkadang ia merepotkan) ketika menyadari bahwa aku sangat senang mengamati sekelilingku. Aku menyayanginya, tapi ada dari mereka yang tidak bertahan lama karena keteledoranku. Ahh! Maafkan aku. Yang pertama sekali harus pecah karena jatuh dan tertindih oleh temanku yang tiba-tiba nimbrung ke kasurku. Yang kedua cukup bertahan lama tapi sering berganti lensa karena penghilatanku yang semakin rabun hingga akhirnya gagangnya patah. Saking sayangnya aku tetap menggunakannya dengan bantuan lem korea. Terima kasih lem korea, telah menjadi penyambung hidup kacamataku. Sayang sekali aku lupa membawanya, ketinggalan di kamar mandi. Semoga yang terakhir ini bertahan lama, aku berjanji merawatnya dengan baik dan tidak akan melupakannya.

Jadi, peliharalah dengan baik hubunganmu dengan sebuah barang atau mungkin dengan seseorang. Sekecil apapun itu, keberadaannya selalu membantu dan berarti untukmu, bahkan jika ia merepotkan sekalipun. Juga balaslah perlakuannya dengan baik dan jangan pernah melupakannya. 

Minggu, 12 Maret 2017

Tidur

“Lelapkanlah kecemasan di dadamu. Sendu juga butuh tidur, ia letih seharian menemani kamu” Khrisna Pabichara

Aku jatuh cinta pada kutipan di atas, karena.... Hey! bukankah terkadang cinta tidak butuh alasan?

Tidur bukan hanya kegiatan memejamkan mata selama beberapa jam kemudian bangun dan beraktivitas hingga lelah lalu tidur lagi. Lebih dari itu, karenanya..

Tidurlah, setelah seharian berlelah-lelah dan bekerja keras. Meski sebentar, tubuhmu membutuhkan istirahat. Karena tidur adalah istirahat yang mendamaikan. Tapi jangan lupa bangun, tidur terlalu lama bisa membuatmu semakin lelah. Aku seringkali begitu.

Cobalah tidur sejenak, ketika tidak ada lagi jalan keluar setelah mencari dan berpikir keras. Karena tidur adalah salah satu cara berdamai dengan keadaan. Tapi jangan lupa bangun, tidur terlalu lama adalah pelarian. Kau harus kembali mencari dalam kondisi yang lebih baik.

Pejamkan matamu kemudian tertidurlah, ketika kamu rindu. Ada yang bilang mimpi akan datang bersama orang yang kita rindukan. Aku seringkali begitu ketika rindu. Karena tidur adalah salah satu cara bertemu denganmu. Tapi jangan lupa bangun, rindu yang sesungguhnya harus dituntasnya di dunia nyata. 

Kamis, 16 Februari 2017

Dapur Revenna



Tidak hanya lapar dan keinginan untuk makan, kemarahan, kesedihan, dan keputusasaan pun dapat berakhir di dapur. Ada banyak perasaan tak terduga yang muncul atau berakhir di dapur. Senang jika kau menginginkannya, marah tanpa sebab, atau sedih jika kau menciptakannya. Peralatan dapur dan bermacam bahan masakan menjadi pendengar yang baik atas kegembiraan dan keluhan yang tak terbahasakan. Seolah mereka yang selanjutnya bertugas meneruskan perasaan itu dengan rasa yang tak pernah sama. Seperti Revenna yang berlindung di dapur, menuangkan semua kekesalannya dalam berbagai macam masakan yang terus mengalir. Berbicara dengan sayur-sayuran dalam bahasa pribadi yang kelam tentang kesedihan dan keputusasaanya. Kemarahannya terdengar dari dentingan panci yang membuat seisi rumah menjauh. Dapur menjadi satu-satunya yang paling tahu kondisi Revenna bahkan ketika dia yang pelupa tidak menyadari kondisinya. Dari Revenna aku berkesimpulan bahwa dapur memang diciptakan untuk perempuan yang senang bercerita tetapi terkadang enggan berucap atau yang hanya ingin didengarkan atau yang kerap hanya mau di-iya-kan. Tidak hanya itu, dapur juga banyak menyarankan ide-ide luar biasa. Sesekali mainlah ke dapur, dia bisa menjadi teman yang baik untukmu.

*Revenna: tokoh dalam “of the bees and mist”-erick setiawan
 

Menjadi Manusia



Bulan lalu, beberapa kali saya bertanya pada diri sendiri dan sesekali pada teman saya: apakah hidup serumit itu? Mengubah seorang yang lugu menjadi tak tahu malu, periang menjadi kehilangan semangat hidup, pegiat menjadi pasif, dan banyak perubahan lainnya. Bukan hidup, kemungkinan persoalan dalam hiduplah yang mengubahnya. Atau apakah mereka sendiri yang mengubahnya?

Manusia yang hidup selalu dihadapkan pada banyak persoalan yang rumit, sedang-sedang saja, atau sangat sederhana. Persoalan bisa datang kapan dan dimana saja, dari hal-hal yang disengaja atau tidak atau bahkan dari ketidaksengajaan yang disengaja. Persoalan yang cepat atau lambat harus dihadapi dan diselesaikan. Persoalan yang ketika tidak diselesaikan dengan bijak dan tepat dapat menimbulkan persoalan baru kemudian bertemu dengan persoalan lain dan saling menumpuk. Hingga akhirnya manusia itu lupa memikirkan jalan keluarnya dan menjadi penyakit yang dapat mengubahnya. Tapi persoalan inilah yang menjadikan manusia itu manusia.

Menjadi manusia adalah konsekuensi atas persoalan-persoalan itu. Persoalan yang kedatangannya membuat manusia berpikir kemudian bertindak. Persoalan yang dihadapi dengan sabar dan penuh tanggung jawab pada setiap prosesnya. Tapi tidak semua manusia sesukses itu menjadi manusia. Ada yang pada prosesnya seringkali mengeluh atau malah berpura-pura. Ia lupa bahwa selalu ada kemudahan bersama kerumitan. Padahal alasan keberadaan mereka adalah untuk menjadi manusia.

Persoalan juga bisa muncul dalam wujud kenikmatan yang terkadang membuat manusia semakin lalai. Ahh! Terlalu bertele-tele, pada intinya persoalan itu menjadi rumit dan membebani karena kurang pandai bersyukur dan bersabar. Hadapi, bersabar dan bersyukurlah.

“Kalau anda mengalami kesulitan dan penderitaan, tolong ambil konsep bahwa semua itu penting untuk anda. Anda membutuhkannya untuk tumbuh. Kalau tidak, anda gagal sebagai manusia”
-Emha Ainun Nadjib-

Minggu, 12 Februari 2017

Perempuan dan Belajar

Dear girls, put BOOKS BEFORE BOYS. There is no boy at this age that is cute enough or interesting enough to stop you from getting your education. If I had worried about who liked me or who thought I was cute at your age, I wouldn’t be married to the President of United States today.” 
-Michelle Obama-

Elegan!!! Saya selalu terpukau dengan perempuan yang mendukung dan mengutamakan pendidikan. Benar bahwa perempuan sangat erat kaitannya dengan belajar. Maksud saya, bukan belajar dalam artian hanya duduk manis di kelas hingga mencapai jenjang yang lebih tinggi. Belajar dalam artian luas selain mengenyam pendidikan misalnya belajar menjadi perempuan yang baik, belajar agama, belajar me-manage waktu, keuangan, emosi, perasaan, dan banyak lagi.

Telalu klise jika saya mengatakan tidak setuju bahwa setinggi apapun pendidikan perempuan akhirnya akan ke dapur. Sejujurnya, ada benarnya juga. Memang pada akhirnya perempuan harus ke dapur tapi dapur bukan satu-satunya tujuan akhir. Karena hidup tidak selalu tentang perut. Ada keluarga yang harus dibangun dengan kasih sayang misalnya, suatu hari ada anak yang harus dibesarkan dengan asupan gizi, rohani, dan pengetahun yang baik, serta ada banyak orang yang akan membutuhkan keberadaan dan pengetahuan perempuan.

Perempuan yang berpendidikan tinggi bukan bertujuan menyaingi laki-laki tapi untuk menyiapkan peradaban yang lebih baik. Ahh! ini juga terlalu klise. Rasanya setiap laki-laki dan perempuan memiliki kodratnya masing-masing. Terakhir bercita-citalah dan belajar, usahakan cita-cita itu dengan kemampuan dan usaha terbaik. Jangan terlalu larut dalam “kegalauan,” masa depanmu membutuhkan perempuan yang tangguh dan cerdas.  Karena perempuan tidak hanya tentang dirinya tapi tentang peradaban yang akan dibangunnya.

Terakhir sekali, maaf tulisannya agak random ^_^

Minggu, 05 Februari 2017

Aku dan Lelucon


Aku seringkali tertawa ketika tak ada satupun di sekelilingku yang tertawa, mereka sedang sibuk dengan pikirannya masing-masing. Aku juga sering tertawa pada lelucon yang sama sekali tidak aku mengerti mengapa ia sukses menghibur orang-orang di sekelilingku. Tetapi aku lebih sering menertawakan kebodohanku, misalnya ketika aku kehilangan fokus yang dampaknya sangat serius, ia bisa membuatku tiba-tiba tertawa. Hati-hati berada di sebelahku.

Ahh ya, aku tidak sedang ingin berteori tentang apa itu tertawa, bagaimana prosesnya, apa dampaknya bagi kamu dan aku dan seterusnya. Aku hanya ingin bercerita tentang:

Suatu hari ketika aku sedang mengikuti kuliah salah seorang dosen yang senang bercerita dan membuat lelucon. Aku senang mendengarkan cerita dan lelucon, tapi tidak dalam bahasa yang tidak aku mengerti. Sayangnya beberapa lelucon bisa benar-benar tersampaikan dalam bahasa yang tidak aku mengerti itu. Aku menyebut diriku sebagai minoritas dan otakku harus bekerja keras. Akhirnya sepanjang kelas aku hanya mengamati betapa tertariknya teman-temanku mengikuti kuliah, sedang aku lebih tertarik mengamati ketertarikan mereka. Pada saat-saat tertentu mereka tertawa terbahak-bahak sedang aku diam. Selanjutnya aku tertawa sendiri ketika mereka kembali fokus mendengarkan lelucon. Ahh betapa pentingnya mengerti bahasa, bahkan hanya untuk memahami lelucon sekalipun. Di lain waktu aku merasa kata-kata saling berbenturan dan entahlah aku pusing ketika pembicaraan berlanjut dan semakin seru sedang aku hanya berhasil memahami beberapa kata. Aku lebih memilih tidur sepanjang kelas.

Pada hari yang lain aku menyampaikan kuliah dengan menganalogikannya sesederhana mungkin. Cukup menguras pikiran dan suara. Sayangnya aku mendapati ekspresi wajah yang bingung, mungkin menyerupai ekspresiku ketika tidak mengerti lelucon itu. Di deretan depan aku mendapati kepala-kepala yang mengangguk. Syukurlah, masih ada yang mengerti. Sesulit itukah memahamkan orang lain? Baiklah, aku akan belajar. 

Cukup sekian cerita yang dipaksa nyambung dengan prolog.

Akhir-akhir ini aku berpikir mengapa harus selalu aku dalam tulisanku? Mungkin karena aku lebih mengenalku. Aku rasa seharusnya aku lebih banyak membaca, mengunjungi banyak tempat, dan mengenalmu.