Sabtu, 24 Desember 2016

Two soulful nights

Malam itu menjadi malam aku menyadari betapa rempongnya perempuan bersama perempuan lainnya ketika ingin membeli suatu barang. Padahal hanya mencari frame yang akhirnya berganti menjadi satu kotak dan kain flanel di sebuah toko yang terbilang kecil pula. Kita harus tawaf berkali-kali di sekitar dua rak selama lebih dari satu jam untuk benda itu. Kerempongan itu bertambah karena yang ingin membelinya adalah kamu, manusia-manusia alay dan rempong yang pernah kukenal. Setelah hampir membongkar seluruh isi rak akhirnya pilihan jatuh pada yang pertama (atau kedua? Aku lupa). Lelah sekali rasanya setelah seharian di kampus (yang siangnya kuhabiskan dengan tidur di laboratorium) tapi aku malah tertawa. Rempong!

Pertemuan yang sebentar itu dilanjutkan dengan berburu “aice,” ice cream yang katanya belakangan ini tenar di kampus. Sampailah kita pada sebuah outlet yang sebentar lagi akan tutup (karena lampunya sudah mati), tapi kita masih sempat kebingungan ingin membeli rasa apa, membuat ibu penjaga outlet semakin mengantuk. Ahh! Perempuan memang selalu kesulitan menentukan pilihan.

Malam itu juga menjadi malam aku menyadari betapa pedulinya perempuan dengan masalah hati. Padahal sudah larut tapi kita masih saja membicarakan topik yang membuat kita sewot, tertawa, prihatin, dan baper. Tak lupa kami menertawakan kamu yang sedang stres tak karuan dengan kuliah dan tugas akhir. Dan akhirnya kami tidur dengan perasaan lelah, senang, dan baper masing-masing, sedang kamu masih terjaga dengan tugas kuliah (bernama kolokium).

Dua malam itu berlalu begitu cepat. Lagi-lagi aku mengawali dan mengakhiri pertemuan itu dengan merepotkan kalian. Sungguh, kerepotan itu hanya akan kubebankan pada mereka orang-orang yang kusayangi (haha). Ah ya, aku bingung bagaimana harus mengucapkannya. Terima kasih untuk hadiahnya. You surprised me successfully! Aku menerimanya dengan perasaan senang dan bingung harus menyimpannya dimana (karena ransel, koper, dan tasku sudah penuh) sambil menerka jawaban mengapa masih sangat subuh kalian sudah menghilang dari kasur.

jadi kalian muter-muter satu jam di sakinah sampe pegel buat bikin ini? hahahah
Hey! Apakah perpisahan adalah konsekuensi sebuah pertemuan? Aku harap tidak demikian. Sampai jumpa entah kapan, dimana, dan bagaimana. Love you!

“If I meet you today, I’m sure that there will be a time for us to meet again”
(5 centimeters per second)


nb, Terima kasih:
Iin: untuk ayam gepreknya yang bikin aku keringatan padahalnya cabenya cuma 4 sedangkan kamu 17 biasa aja, untuk cerita dan mendengarkan cerita yang panjang lebar, sudah berbagi tempat tidurnya yang agak sempit wkwk, sudah bantu angkat barang-barangku yang banyaknya luar biasa
Aan: untuk tumpangan kamar dan sarapannya. Pesan kamu yang terakhir itu ngakakable banget haha (InsyaAllah aku datang kalo ada uang akomodasi wkwk). Maafin aku udh iseng kepo hape kamu haha tapi itu lucu banget. Semangat kolokium dan TA-nya!
Icha: udah ditemenin nunggu taxi yang tak kunjung datang. Ahh icha emang selalu kreatif, pesan kamu berkesan skali. Sehat slalu ya caa dan sukses sidangnya!
Duwi: Duwss! Aku terharu banget haha, kamu emang paling alay ya sejagat raya wkwk. Jangan galau terus, milih warna aja sampe sejam haha. Aku kadang-kadang sedih liat postingan kamu yang melow tapi sekaligus salut sama betapa kuatnya kamu wkwkwk

Minggu, 23 Oktober 2016

{Note}



Ada beberapa bagian dari keping-keping masa lalu yang tidak bisa kulupakan. Adalah kau salah satunya. Caramu yang berani dan apa adanya meskipun konyol selalu membuatku terkesan. Terlepas dari kau serius, bermain-main, atau hanya mengisi kekosongan, aku menghargainya. Sudah lama sekali sejak hari itu. Sejak kau melihatku, menyapaku, dan mulai mendekat. Semuanya tak pernah kusangka akan terjadi dan aku masih sangat jelas mengingatnya. Aku tak pernah menyesali dan membenci hari-hari yang meski terkadang membuatku kewalahan itu. Bukankah tak ada pertemuan yang kebetulan? Meski hingga hari ini aku masih sering memikirkan alasan mengapa kita dipertemukan dengan jalan yang seperti itu. 


Pada saat tertentu aku masih mengingatmu. Entahlah, kau boleh menyebutnya rindu, tapi bagiku itu bukan. Tidak sulit bagiku menemukanmu pada saat seperti itu. Kita tak harus bersua atau berkirim pesan, karena aku bisa menemukanmu kapan saja dengan caraku sendiri :). Akhirnya, jika pertemuan itu masih ada, sampai jumpa pada saatnya.

Kamis, 08 September 2016

{Note}



Ada beberapa hal dalam hidup yang harus tetap dilakukan meskipun membencinya. Ada juga beberapa hal yang harus dipahami dan hadapi meskipun bertentangan dengan hati dan pikiran. Karena tidak semua hal yang dibenci hari ini harus dihindari dan dilupakan. Siapa yang tau hari esok?

Dalam beberapa waktu saya berada pada kondisi yang... menantang ini. Saya harus mengerjakan sesuatu yang sulit sekali mengatakan bahwa saya harus menyelesaikannya. Sungguh! berat sekali. Rasanya ingin menangis dan saya menangis, tapi tetap berhasil menyelesaikannya. Atas dasar apa? Bahwa tindakan saya tidak akan hanya berdampak pada saya. Pemberontakan saya mungkin saja akan menyusahkan dan menghambat orang lain. Setelah menimbang dan menyudahi kegalauan, saya memilih berada pada zona itu, sedikit tidak nyaman dan melelahkan.

Pada kondisi ini saya berpikir bahwa, ketika menghadapi sebuah permasalahan, pikirkan dan pikirkanlah kembali. Jangan terlalu mengedepankan perasaan. Tidak semua langkah yang diambil harus nyaman dilakukan. Terkadang kita memberontak, menjadikan orang lain sebagai alasan hanya karena kita ingin berada pada zona nyaman.

...............................
 
(Sekian curhatan saya yang berakhir abstrak)

...............................
 
Saya ingin mengatakan bahwa jika membenci sesuatu, jangan pernah larut karena hanya membuang tenaga. Pikirkanlah matang-matang sisi positifnya dan lakukanlah meski harus keluar dari zona nyaman. Kita tidak pernah benar-benar membenci seseorang atau sesuatu karena pada dasarnya kebencian lahir dari ekspektasi yang terlalu tinggi. Apa yang kita lakukan hari ini tidak harus diperoleh manfaatnya hari ini dan apa yang kita lakukan tidak harus kita saja yang merasakan manfaatnya. Belajarlah memberi sebanyak-banyaknya bukan untuk menerima sebanyak-banyaknya.

Kamis, 04 Februari 2016

Keajaiban Cin(TA) 2 - Menjadi Remuk

Ada beberapa hal, yang ketika kita memulainya, kita tidak boleh berhenti atau menunda sebelum ia benar-benar selesai. Kemungkinan kalimat ini bisa mewakili kegiatan fraksinasi yang kami lakukan di laboratorium.

Memasuki hari kesekian bekerja di laboratorium untuk keperluan penelitian, akhirnya sampailah kami pada tahap fraksinasi ketiga (yang konon masih merupakan tahap awal, tapi bukan sekali). Tahapan yang saya sebut tidak boleh dihentikan atau ditunda ini dapat berlangsung beberapa jam, berjam-jam, atau sangat banyak jam, tergantung pada sampel yang digunakan dan terlebih tergantung pada seberapa beruntungnya yang melakukan fraksinasi saat itu :3. Ya, menurut saya sekhatam apa pun dengan teori yang ada, selalu saja ada anomali, yang ideal memang tidak pernah ada. Seperti itulah fitrahnya sebuah penelitian. Alhasil, tahapan ini menjadi salah satu alasan yang membuat kami menjadi “manusia kelelawar,” meskipun mungkin teman saya belum seutuhnya menjadi kelelawar. Wkwk.

Hari ini, ketika melalukan fraksinasi, entah kami beruntung, kurang atau tidak beruntung. Ada saja keanehan yang membuat kami harus mengulangi prosesnya dari awal, menunggu lebih lama, bingung, galau, terjaga dari pagi hingga pagi yang tentu saja membuat kami kelaparan tengah malam :3 dan berakibat apa saja yang ada bisa menjadi pengisi kampung tengah. Semua ini kami lakukan dengan: penuh harap dan cemas, penuh tanda tanya yang baru akan terjawab setelah dilakukan karakterisasi (tahap akhir, tentu saja menulis naskah paling akhir), dan sambil berdoa semoga keanehan yang terjadi berujung pada kebaikan, atau pada kesulitan yang bersama dengan kekuatan.

...
...
...

Pada akhirnya, pagi ketika orang-orang ke kampus kami baru pulang ke kamar masing-masing, merebahkan badan untuk tidur yang panjang, kemudian bangun dengan badan yang remuk. Maka, apalah arti sakit tulang untuk masa depan yang lebih cerah.



nb: perlakukanlah sampelmu dengan manja sambil berdoa, semoga ia membalasmu dengan lebih manja.

Sabtu, 30 Januari 2016

Berpramuka (dengan Walker)

Beberapa mengatakan bahwa berpramuka itu melelahkan, membuang-buang waktu, hanya kegiatan bertepuk dan bernyanyi yang entah apa manfaatnya, bermain dengan tongkat, tali, bendera, dan isyarat yang sebagian tidak jelas, berkemah yang membuang-buang waktu, dan banyak lagi.

Dulu, saya pernah berkenalan dengan sebuah pasukan inti pramuka di pondok kemudian menjadi bagian di dalamnya, namanya “Walker.” Perkenalan cukup lama, yang membuat saya berani mengatakan bahwa berpramuka jauh lebih dari itu. Ada banyak hal luar biasa yang saya dapatkan selain bersenang-senang, membuang waktu, dan berlelah-lelah. 

Latihan pramuka adalah kegiatan rutin di pondok yang dilaksanakan satu kali dalam sepekan. Akan tetapi mereka yang tergabung dalam tim Walker harus berlatih lebih intens. Biasanya hari di luar latihan rutin jauh lebih berat, terlebih jika dalam waktu dekat ada lomba yang harus diikuti. Kami akan berlatihan 2 – 3 kali sehari, dengan tetap harus masuk kelas dan mengikuti kegiatan tanpa terlambat. Pagi setelah shalat subuh-sore setelah shalat ashar-malam setelah shalat isya. Dalam tiga waktu itu latihannya sangat beragam, mulai dari latihan fisik, pionering, baris-berbaris, sandi atau isyarat, dan bagian yang paling menyenangkan, yel-yel. Ya, semua itu melelahkan tapi rasanya saya lebih sering memikirkan cucian saya yang menumpuk dibandingkan rasa lelah.

Tidak sedikit waktu latihan yang kami habiskan untuk bernyanyi, menyorakkan yel-yel mengelilingi pondok. Tapi kami tidak sekedar sedang bernyanyi, kami sedang menyuarakan semangat, melatih kepercayaan diri dan kekompakan. Tidak sedikit juga waktu yang kami habiskan untuk berlatih tali-temali, mulai dari yang paling sederhana hingga membuat bangunan kokoh dari tali dan tongkat. Tapi kami juga tidak sekedar bermain tali dan tongkat, kami sedang melatih kekuatan, kekompakan, dan kepemimpinan kami. Karena untuk menjadi kuat dan kokoh harus dimulai dengan sesuatu yang paling sederhana.

Kami juga berlatih sandi dan isyarat. Saya paling menyukai bagian ini. Seperti bermain rahasia dan teka-teki :3, rasanya menyenangkan membaca dan menyampaikan sesuatu yang tidak semua orang tahu. Kemungkinan bagian ini juga mengajarkan bagaimana bersikap dalam memecahkan masalah.

Entah, pada latihan bagian mana yang membentuk kami menjadi berjiwa pemenang. Dalam beberapa perlombaan, kami mendapatkan juara yang tidak membuat kami jumawa. Kami juga pernah kalah dan kami menyesal, meski dalam beberapa kesempatan kami selalu mencari alasan bahwa kekalahan kami bukanlah karena tim lain lebih baik, tapi pada akhirnya dari lubuk hati yang paling dalam kami sangat menyadari kalau ada yang kurang dengan proses latihan kami. Saya tidak perlu mengatakan betapa senangnya kami ketika meraih juara dan betapa sedih dan frustasinya kami ketika kalah. Semua orang juga merasakan hal yang sama. Namun, keduanya tidak hanya sampai pada perasaan senang dan sedih yang sesaat. Proses kalah dan menang itu jugalah yang pada akhirnya membentuk jiwa seorang pemenang, bagaimana kami harus bersikap bijak dalam kekalahan, pun dalam menyikapi kemenangan.

Selanjutnya tentang kebersamaan. Jangan ditanya seberapa saling pedulinya kami, bagaimana kekompakan, serta rasa simpati dan empati kami. Bayangkan saja kami ditempa bersama-sama dengan cara yang tidak manja. Ada kegiatan jelajah alam dan hidup bertenda yang... ah! segalanya. Rasanya dua hal ini yang paling banyak melahirkan cerita suka dan duka, yang tidak ada habisnya ketika dibicarakan kembali. Dalam latihan dan arena lomba, semua hal harus kami selesaikan dan kami pecahkan bersama. Setiap latihan kami belajar dan berlelah-lelah bersama, membuat kesalahan pun bersama, maka hukuman yang kami dapatkan pun sama. Bahkan kesalahan personal pun terkadang harus ditanggung bersama. Ketika ada yang down, kami selalu menyemangati satu sama lain. Kami pun pernah berselisih, tapi pada akhirnya perselisihan itu akan berlalu dan semakin mengeratkan persaudaraan kami. Di dalam tim ini, kami tidak hanya menemukan dan menjalin pertemanan, kami membangun persahabatan dan persaudaraan.

Menjadi bagian dari tim Walker memang terlihat melelahkan, banyak menguras waktu, tenaga, dan pikiran. Mungkin kami merasakannya, saya merasakannya. Tapi kami tidak terlalu mempermasalahkannya. Kami selalu dengan senang hati dan bersemangat. Ada hal yang entah apa, mengapa kami senang dan rela menjalani setiap prosesnya. Terlepas dari banyaknya manfaat yang kami peroleh (baca: sebagian tidak kami rasakan dalam waktu dekat), mungkin karena kami telah jatuh hati dengannya. Semakin lama kami semakin mengenalnya dan jatuh hati dengannya.
Potret tim Walker beberapa tahun silam
nb:
Terima kasih kepada Tauhidah Bachtiar, Ilmi Khairiyah Syam, Musdalifah, Fauzi Ahmad Abdillah, dan Ibnu Maksum atas kesediannya menjawab pertanyaan saya yang tiba-tiba ^_^