Jumat, 28 November 2014

Adalah hari, ketika aku merasa sangat sepi, mungkin juga linglung.
Adalah hari, ketika tanpa sengaja alam bawah sadarku membawaku ke kehidupan yang amat kukenali, suasana, aura, dan apapun itu yang bisa menjelaskan rasa teramat senangku ketika aku sedang di kotaku, kampung halamanku.
Adalah hari, ketika tanpa sadar pipiku seketika sembap, mataku perih, dadaku? mungkin sedang sesak, dan tanpa sepatah kata.
Adalah hari, ketika semua di sekelilingku terasa sangat membosankan, bahkan untuk hal yang teramat menyenangkan.
Adalah hari, yang mungkin mereka menyebutnya adalah rindu



Ya, merindukanmu. Kamu dan kotaku


(Malam, 28 November 2014)

Selasa, 04 November 2014

Tetap Semangat, seperti Saat Pertama Kau Memulainya

Rasanya baru kemarin kau dengan penuh semangat bercerita, tentang pondok yang menjadi impianmu. Kau meminjam handphone atau laptop dan modem lantas mencari informasi apa saja yang ingin kau ketahui. Lagi-lagi dengan sangat semangat kau memamerkannya padaku.

Rasanya baru kemarin kau banyak bertanya dan aku mencoba menjawabnya, belajar menjelaskannya hingga kau mengerti. Baru kemarin kita membuat jadwal belajar saat liburan dan kau dengan semangat membangunkanku ketika tiba waktunya atau menyeretku ke ruang tamu dan menyodorkan buku yang akan kita pelajari hari itu. Kau mengganggu tidur pagiku, karena telah membuat janji di malam hari akan menguji hafalanmu. Baru kemarin aku mengejekmu karena lamban mengerjakan soal atau hafalanmu yang kurang beberapa bagian. Baru kemarin aku menyuruhmu menyelesaikan soal berhitung padahal matamu seolah tak lagi dapat menahan kantuk karena sudah terlalu larut.

Rasanya baru kemarin kau merapikan berkasmu untuk keperluan pendaftaran. Sangat panik jika ada satu saja yang kurang, membuat repot seisi rumah.  

Rasanya baru kemarin aku menemani seharian mencari sepatu yang tak kunjung ketemu. Memilihkanmu kemeja polos, mencari ukuran yang pas meski pada akhirnya tetap terlihat kebesaran. Baru kemarin kau meminta pendapatku tentang celana barumu yang baru saja diambil dari tukang jahit. Menuliskan nama pada pakaianmu dengan jarum dan benang, kau lantas meniruku, ingin mengerjakannya sendiri, namun pada akhirnya aku usil mengejekmu karena kerjaanmu yang tidak rapi, kalah jauh dengan hasilku. Baru kemarin kau mengepak sendiri barangmu, memasukkan barang-barang yang sudah lama kau persiapkan.

Rasanya baru kemarin aku tersedu di pundakmu, lantas kau menertawaiku karena tak percaya aku menangis sebelum mengantarmu ke bandara. Baru kemarin kau berjalan santai  memasuki bandara, dengan langkah optimis dan penuh semangat tanpa merasa sedih sedkitpun, sudah tak sabar, ingin segera sampai ke tujuan.

Rasanya baru kemarin mendengar suara bahagiamu dari ujung telepon karena kau lulus di tempat yang kau impikan, dengan peringkat yang memuaskan pula. Doa orang-orang yang kau mintai restu terkabul.

“Doakan nah, semoga lulus. Kalau bisa di gontor I,” begitu kau selalu mengulangnya.

Ya, rasanya semuanya baru kemarin dan hari ini kau telah memasuki ujian tengah semester. Seperti biasa, kau selalu was-was sebelum ujian. Khawatir tidak bisa menjawab soal ujian, meski pada akhirnya hasilnya selalu memuaskan. Karena sejatinya ujian adalah momen untuk mengukur. Mengukur seberapa besar usaha kita, belajar kita, dan cara belajar kita. Tak perlu takut dan khawatir, bukankah kita sudah banyak belajar? Bukankah kita sudah berusaha keras? Terkadang memang ada beberapa yang tidak kita ketahui, dan sangat menyedihkan bagimu jika ada satu bagian saja yang tidak terjawab. Tak ada yang perlu disesali, mungkin itu artinya usaha kita masih kurang, belajar kita masih kurang, atau mungkin ada yang salah dengan cara belajar kita. Yang paling penting adalah tetap percaya diri dan selalu berlaku jujur, dalam kondisi apapun, seperti yang sudah kau lakukan sebelum-sebelumnya.

Tetap optimis, perjalananmu masih panjang.

Semangat! sesemangat kau bercerita tentang kegiatan di pondok.
Sesemangat kau menghafalkan doa-doa harian sebelum tes penerimaan santri baru.
Sesemangat kau memintaku membacakan soal imla’.
Sesemangat kau mendebatku ketika berbeda dalam mengerjakan soal.
Sesemangat kau membangunkanku, ingin diuji hafalan dan tajwidnya.
Sesemangat kau meminta restu kepada setiap orang yang kau temui.
Sesemangat kau melangkah masuk ke bandara dan sesemangat kau mengingatkanku membaca doa sebelum makan.

Mengutip pesan dari seorang kawan, tetap semangat adik, seperti saat pertama kau memulainya ^_^


Karena "Barang siapa yang belum merasakan pahit getirnya menuntut ilmu, niscaya dia akan merasakan pahitnya kebodohan seumur hidupnya (Pepatah Arab)"

4 November 2014
Merindukanmu