Senin, 22 Desember 2014

Selamat Hari Ibu

Pada suatu hari, kami terlahir dari rahimmu, ketika itu engkau merintih, sakit sekali rasanya. 

Pada suatu waktu, engkau terjaga dari tidur lelapmu, kami tengah menangis keras, mengganggu tidur lelapmu setelah seharian mengurusi kami.

Pada suatu waktu, engkau mengabaikan lelahmu, setelah seharian mengajar di sekolah hingga sore hari, kami tiba-tiba jatuh sakit dan kau tiada peduli tubuhmu yang butuh istirahat, lantas mengurusi kami.

Pada suatu waktu, kami satu persatu meninggalkanmu, membiarkanmu sendiri di rumah.

Pada suatu waktu, kami mendapatimu tertidur di sofa, menunggui kami yang pulang terlalu lama.

Terima kasih untuk semua waktu yang tak dapat kusebutkan satu persatu. 
Sepanjang waktu kami membutuhkanmu, pada saat itu juga engkau selalu ada, bahkan engkau lebih tahu kapan kami membutuhkan.
Ibu..


22 Desember 2014
Selamat hari ibu

We love you, mama..

Minggu, 07 Desember 2014

Ketika Hujan

Mendung, birunya langit mulai tertutupi awan hitam, bersamaan dengan angin yang bertiup lebih kencang dari biasanya, membuat pohon-pohon menggerakkan dahan dan daunnya, menghasilkan suara yang khas. Seketika tanah mulai basah oleh rintik hujan yang lama-kelamaan menjadi semakin deras. Udara dingin mulai menembus pori-pori kulit, sejuk atau mungkin membuat kedinginan meski tak sampai menggigil. Seketika kita berlari keluar kelas, menjauh dari tempat yang seharusnya kita tempati untuk berteduh. Aku hanya mempercepat langkah, takut tiba-tiba terjatuh. Koridor kelas kita beratap, hanya jalan menuju asrama yang berjarak beberapa meter yang langsung beratapkan langit. Kita tidak terlalu kuyup, untuk sekeranjang besar cucian kemarin yang sebentar lagi kering. Seketika semua cucian yang baru saja kita angkut telah terjemur rapi di tempat tidur bagian atas (atau mungkin kalian menyebutnya tempat tidur lantai 2). Beberapa menit kemudian, kita sudah  berada dalam satu payung, payung yang seharusnya hanya cukup untuk maksimal dua orang, kita gunakan bertiga atau berempat.

Mendung, birunya langit mulai tertutupi awan hitam, bersamaan dengan angin yang bertiup lebih kencang dari biasanya, membuat pohon-pohon menggerakkan dahan dan daunnya, menghasilkan suara yang khas. Seketika tanah mulai basah oleh rintik hujan yang lama-kelamaan menjadi semakin deras. Udara dingin mulai menembus pori-pori kulit, sejuk atau mungkin membuat kedinginan meski tak sampai menggigil. Aku yang sebelumnya mempercepat langkah, berharap dapat tiba di kamar sebelum hujan turun lantas berbalik arah mencari tempat yang nyaman untuk berteduh. Hujan seketika turun, dan semakin deras ketika baru saja aku akan melangkahkan kaki ke tempat yang langsung beratapkan langit. Hingga malam menjelang, hujan tak kunjung reda. Hingga malam semakin gelap, hujan masih tak kunjung reda. Ahh, tak ada payung dalam ranselku, tidak juga jaget yang mungkin dapat menutupi kepalaku dan melindungiku dari dingin yang semakin malam semakin menusuk.

Seperti itukan ketika hujan tiba-tiba turun.

Karena kita tak pernah bisa memilih kapan ia harus turun mengguyur bumi yang terlampau kering atau mungkin juga telah tergenang air. Percayalah, hujan selalu tau kapan ia harus turun. Mungkin akan ada cerita baru, mungkin...


7 Desember 2014

Ketika menunggu hujan segera reda

Selasa, 02 Desember 2014

Tiga Pekan itu.. Tidak Lama

Tiga pekan itu tidak lama kok,
kamu hanya harus melalui jadwal kuliah yang padat, mungkin juga diselingi kuis, dan tentu saja dengan praktikum hingga sore hari.

Tiga pekan itu tidak lama kok,
kamu hanya harus melalui kelas pengganti, bahkan di hari Sabtu, menyelesaikan tumpukan tugas kuliah, dan mungkin juga diselingi dengan presentasi dan membuat laporan praktikum.

Tiga pekan itu tidak lama kok,
kamu hanya harus menunggui klorofil segera menetes dari kolom, terpisah dengan beta karoten yang seharusnya sudah dari kemarin kamu peroleh.

Tiga pekan itu tidak lama kok,
kamu hanya harus menunda beberapa hari agenda liburan yang sudah sejak lama kamu tunggu.

Ya, tiga pekan itu tidak lama, tidak lebih lama dari 4 bulan sejak kau pergi dari rumah.

2 Desember 2014

Jumat, 28 November 2014

Adalah hari, ketika aku merasa sangat sepi, mungkin juga linglung.
Adalah hari, ketika tanpa sengaja alam bawah sadarku membawaku ke kehidupan yang amat kukenali, suasana, aura, dan apapun itu yang bisa menjelaskan rasa teramat senangku ketika aku sedang di kotaku, kampung halamanku.
Adalah hari, ketika tanpa sadar pipiku seketika sembap, mataku perih, dadaku? mungkin sedang sesak, dan tanpa sepatah kata.
Adalah hari, ketika semua di sekelilingku terasa sangat membosankan, bahkan untuk hal yang teramat menyenangkan.
Adalah hari, yang mungkin mereka menyebutnya adalah rindu



Ya, merindukanmu. Kamu dan kotaku


(Malam, 28 November 2014)

Selasa, 04 November 2014

Tetap Semangat, seperti Saat Pertama Kau Memulainya

Rasanya baru kemarin kau dengan penuh semangat bercerita, tentang pondok yang menjadi impianmu. Kau meminjam handphone atau laptop dan modem lantas mencari informasi apa saja yang ingin kau ketahui. Lagi-lagi dengan sangat semangat kau memamerkannya padaku.

Rasanya baru kemarin kau banyak bertanya dan aku mencoba menjawabnya, belajar menjelaskannya hingga kau mengerti. Baru kemarin kita membuat jadwal belajar saat liburan dan kau dengan semangat membangunkanku ketika tiba waktunya atau menyeretku ke ruang tamu dan menyodorkan buku yang akan kita pelajari hari itu. Kau mengganggu tidur pagiku, karena telah membuat janji di malam hari akan menguji hafalanmu. Baru kemarin aku mengejekmu karena lamban mengerjakan soal atau hafalanmu yang kurang beberapa bagian. Baru kemarin aku menyuruhmu menyelesaikan soal berhitung padahal matamu seolah tak lagi dapat menahan kantuk karena sudah terlalu larut.

Rasanya baru kemarin kau merapikan berkasmu untuk keperluan pendaftaran. Sangat panik jika ada satu saja yang kurang, membuat repot seisi rumah.  

Rasanya baru kemarin aku menemani seharian mencari sepatu yang tak kunjung ketemu. Memilihkanmu kemeja polos, mencari ukuran yang pas meski pada akhirnya tetap terlihat kebesaran. Baru kemarin kau meminta pendapatku tentang celana barumu yang baru saja diambil dari tukang jahit. Menuliskan nama pada pakaianmu dengan jarum dan benang, kau lantas meniruku, ingin mengerjakannya sendiri, namun pada akhirnya aku usil mengejekmu karena kerjaanmu yang tidak rapi, kalah jauh dengan hasilku. Baru kemarin kau mengepak sendiri barangmu, memasukkan barang-barang yang sudah lama kau persiapkan.

Rasanya baru kemarin aku tersedu di pundakmu, lantas kau menertawaiku karena tak percaya aku menangis sebelum mengantarmu ke bandara. Baru kemarin kau berjalan santai  memasuki bandara, dengan langkah optimis dan penuh semangat tanpa merasa sedih sedkitpun, sudah tak sabar, ingin segera sampai ke tujuan.

Rasanya baru kemarin mendengar suara bahagiamu dari ujung telepon karena kau lulus di tempat yang kau impikan, dengan peringkat yang memuaskan pula. Doa orang-orang yang kau mintai restu terkabul.

“Doakan nah, semoga lulus. Kalau bisa di gontor I,” begitu kau selalu mengulangnya.

Ya, rasanya semuanya baru kemarin dan hari ini kau telah memasuki ujian tengah semester. Seperti biasa, kau selalu was-was sebelum ujian. Khawatir tidak bisa menjawab soal ujian, meski pada akhirnya hasilnya selalu memuaskan. Karena sejatinya ujian adalah momen untuk mengukur. Mengukur seberapa besar usaha kita, belajar kita, dan cara belajar kita. Tak perlu takut dan khawatir, bukankah kita sudah banyak belajar? Bukankah kita sudah berusaha keras? Terkadang memang ada beberapa yang tidak kita ketahui, dan sangat menyedihkan bagimu jika ada satu bagian saja yang tidak terjawab. Tak ada yang perlu disesali, mungkin itu artinya usaha kita masih kurang, belajar kita masih kurang, atau mungkin ada yang salah dengan cara belajar kita. Yang paling penting adalah tetap percaya diri dan selalu berlaku jujur, dalam kondisi apapun, seperti yang sudah kau lakukan sebelum-sebelumnya.

Tetap optimis, perjalananmu masih panjang.

Semangat! sesemangat kau bercerita tentang kegiatan di pondok.
Sesemangat kau menghafalkan doa-doa harian sebelum tes penerimaan santri baru.
Sesemangat kau memintaku membacakan soal imla’.
Sesemangat kau mendebatku ketika berbeda dalam mengerjakan soal.
Sesemangat kau membangunkanku, ingin diuji hafalan dan tajwidnya.
Sesemangat kau meminta restu kepada setiap orang yang kau temui.
Sesemangat kau melangkah masuk ke bandara dan sesemangat kau mengingatkanku membaca doa sebelum makan.

Mengutip pesan dari seorang kawan, tetap semangat adik, seperti saat pertama kau memulainya ^_^


Karena "Barang siapa yang belum merasakan pahit getirnya menuntut ilmu, niscaya dia akan merasakan pahitnya kebodohan seumur hidupnya (Pepatah Arab)"

4 November 2014
Merindukanmu

Senin, 27 Oktober 2014

Kamu baik-baik saja kan?

Adalah pertanyaan sederhana yang sangat sulit untuk menjawabnya. Setelah sekian banyak cerita yang seharusnya menjadi jawaban, namun sangat jarang benar-benar tersampaikan. Ya, bukankah hanya dengan mendengar suaranya (baca: meski melalui telepon) semuanya seketika menjadi baik-baik saja.

Kamu baik-baik saja kan?
Demikian, pertanyaan yang teramat sulit itu.

Sungguh, mereka adalah alasan untuk kita selalu merasa baik-baik saja.

Sabtu, 13 September 2014

(Bukan) Malam Edisi Liburan

Malam edisi liburan.
Dalam balutan kaos oblong, duduk bersila di depan TV beralaskan tikar berwarna biru. Di hadapan kami yang duduk tengah duduk bersila membentuk lingkaran tak sempurna telah terhidang santap malam. Makan malam istimewa, dengan sebakul nasi putih, semangkuk sayur tumis kangkung, sepiring kecil ikan goreng dengan sambal yang berkomposisikan 2 biji lombok dan 1 buah tomat. Tak lupa 2 butir telur mata sapi berhiaskan kecap sebagai menu khusus untukku yang alergi seafood. Santap malam yang diselingi obrolan ringan menambah kenikmatan makan malam hari ini. Sesekali tertawa karena obrolan yang cukup menggelitik, apreasiasi untuk salah satu dari kami yang telah sukses membuat lelucon. Santap malam usai, kami berebut, saling melimpahkan tugas, piring kotor untuk aku dan piring yang masih berisikan makanan untuk adikku. 

Malam edisi liburan.
Waktunya bersantai di depan TV menikmati hari libur dan waktu berkumpul yang tidak selalu ada. Tidak lama setelahnya, kami telah berebut bantal yang sebelumnya diawali dengan adu mulut, channel mana yang akan menemani kami menghabiskan malam bersama makanan ringan di lemari yang tak kunjung habis. Membuka kotak makanan ringan yang berisikan 3 rasa, aku memilih coklat kacang dan adikku memilih rasa coklat. Akhirnya yang menjadi sasaran adalah pilihan kakak. Satu botol minuman bersoda siap di buka. Kami saling memandang, berharap ada yang tahu diri alis merelakan tenaganya, mengambil gelas dan es batu yang ternyata masih menunggu di dapur. Tak ada yang tahu diri, hingga akhirnya adikku harus beranjak, setelah mendapat perintah (baca: sambil memohon).

Malam edisi liburan.
Semakin larut, suara mobil memasuki halaman rumah seolah mengabarkan "bapak sudah pulang," dan meminta kami untuk segera membuka pintu. Hingga mobil berhenti dan suara pintu terbuka, kami tetap asyik dengan acara televisi (yang sebenarnya tidak benar-benar menghibur) sebelum bapak menyebutkan nama kami satu persatu. Biasanya kalau beliau memanggil, ada banyak bingkisan. Kami setengah berlari keluar dan masuk kembali dengan menenteng makanan-makanan ringan, penghuni baru lemari kue yang semakin sesak. Selarut ini biasanya piring-piring makanan harus diangkut lagi dari dapur, bapak belum makan. Kakakku usil menutup kamar seolah telah tertidur pulas. Aku menolak meninggalkan posisi nyamanku hingga akhirnya beranjak, sedikit protes dan mengeluh setelah bapak meminta, terlebih jika disuruh menyeduh kopi. 

Aku baru tiba di depan kamar, membuka pintu dan segera menyalakan lampu lantas keluar kamar lagi hendak menuju ruang keluarga mengambil bantal yang tertinggal dan ahh! ternyata aku sedang tidak di rumah, tak ada ruang keluarga, santap malam istimewa, menonton TV bersama, menikmati makanan ringan, dan menyeduhkan kopi untuk bapak.

Malam ini, bukan malam edisi liburan

Sabtu, 06 September 2014

Setelah 3 Tahun, Akhirnya Rindu Segalanya

Setelah 3 tahun, malam ini tiba-tiba rindu dengan suasana asrama.
Dari adzan subuh yang memaksa mata terjaga dan segera beranjak ke masjid sekolah. Membangunkan kawan sekamar dengan mata yang rasanya masih ingin tertidur setelah seharian lelah dengan jadwal yang cukup padat. Langkah gontai menuju cafetaria menunggu bubur hangat dan sepotong telur dadar dengan sambal khas yang biasanya dicampur dengan kecap. Masih dengan mukena menenteng opreng dalam antrean, menanti giliran untuk segera menyendok santap pagi yang aromanya sudah tercium  dari tangga cafetaria, membuat perut meronta untuk segera diisi. Duduk saling berhadapan di meja makan, sambil menikmati siaran tv di pagi hari yang selalu diiringi canda tawa. Menyelasaikan suapan terakhir lantas beranjak menuju tempat ompreng kotor dan kembali ke kamar menunggu antrean  menyetrika seragam sekolah dan mandi. Segera menyelesaikan kerudung saat lonceng cafetaria dibunyikan, tanda waktu makan sudah selesai dan apel pagi akan segera dimulai. Mempercepat langkah menuju kelas, menaruh tas dan segera ke lapangan, masuk dalam barisan sebelum pemimpin apel menyiapkan barisan yang masih ricuh meski pembina apel sudah siap dengan toa-nya di depan. Menyimak laporan setiap ketua kelas, wejangan dari pengurus OSIS, atau terkadang informasi tambahan dari guru yang juga hadir saat apel pagi. 

Setelah 3 tahun, akhirnya sangat rindu segalanya.
Di pukul 07.00 mulai menyimak pelajaran pertama, menunggu untuk jadwal ke dua, dan menunggu lonceng berbunyi tanda istirahat. Ketika waktu istirahat tiba lantas mengambil jatah snack dalam keranjang merah, berharap jatah hari itu adalah snack yang sesuai selera agar tak harus jajan berlebih di koperasi. Berebut gelas yang jumlahnya terbatas untuk mengambil teh hangat yang telah disediakan di depan kelas. Duduk di koridor kelas sembari bercerita atau sekedar memandang kosong ke lapangan, atau mungkin menghabiskan waktu istirahat dengan tidur atau nonton di dalam kelas. Melanjutkan kembali pelajaran dan berhenti ketika adzan dzuhur berkumandang. Segera bergegas ke mushalla sebelum antrean wudhu semakin panjang dan kehabisan mukena. Mendengarkan kultum jika ada dan kembali masuk kelas, menyimak pelajaran terakhir hari itu. Memusatkan mata pada jam dinding kelas, berharap jarumnya berjalan lebih cepat dari biasanya dan segera menunjuk pukul 14.00, lantas memasukkan buku-buku di meja ke dalam tas, berjalan bersisian dengan kawan menuju asrama atau berhenti di cafetaria dahulu untuk santap siang. Terjebak dalam antrian panjang padahal perut sudah sangat lapar karena keluar kelas paling akhir. Segera menyelesaikan makan siang, berharap ada waktu untuk merebahkan badan sejenak sebelum adzan ashar berkumandang dan kelas tambahan di sore hari dimulai. Terkadang mengisi waktu istirahat dengan mencuci pakaian kotor yang kian menumpuk, atau membuka laptop mencari hiburan apapun yang menyenangkan hati, atau terkadang hanya berganti seragam dan kembali ke kelas karea ada urusan. 

Setelah 3 tahun, akhirnya sangat rindu.
Pada sore hari, dengan baju santai bawahan rok dan sandal jepit, menenteng buku menuju kelas untuk mengikuti kelas tambahan. Biasanya guru-guru lebih banyak memberi latihan soal atau menjelaskan kembali materi di pagi hari yang belum dimengerti. Pukul 17.00, ketika kelas berakhir, ada yang memilih berolahraga sebentar sebelum hari segera malam. Beberapa memilih untuk jajan makanan ringan dan kembali ke asrama dengan mengelilingi sekolah, melewati tembok-tembok dengan corak yang beragam, hasil karya siswa kelas X setiap akhir semester genap, menikmati semilir angin yang sangat sejuk. 

Setelah 3 tahun, akhirnya sangat rindu.
Pada sore hari di hari Jumat, menuju lapangan dengan seragam ektrakuriler olahraga masing-masing. Menghabiskan sore dengan berolahraga, melepas suntuk selama seminggu. Sore di hari Sabtu dengan seragam organisasi masing-masing, ada sispala, PMR, dan pramuka. Mendengarkan materi di organisasi masing-masing.

Setelah 3 tahun, akhirnya sangat rindu.
Dengan malam-malam setelah shalat maghrib yang diisi dengan tadarus atau mendengarkan ceramah dari ustadz/ustadzah, menambah wawasan agama. Malam setelah shalat isya yang ramai dengan kelompok belajar, mendalami bidang sesuai dengan kegemaran masing-masing. Ketika suntuk, terkadang mengitari lapangan sekolah, menikmati dinginnya malam, berhenti di satu titik dan memandang ke atas langit dengan gemerlap bintang yang menyenangkan hati, terkadang sambil bercerita rahasia atau mimpi-mimpi kelak (baca: tidak semua siswa melakukannya). Kembali ke kamar ketika sudah larut dan jam malam tiba, merebahkan badan di tempat tidur masing-masing, berbalas-balas materi pelajaran yang sudah dipelajari, menunggu mata terpejam dan esoknya terjaga kembali untuk melanjutkan aktivitas.

Setelah 3 tahun, akhirnya sangat rindu.
Dengan hari minggu ketika jogging bersama ke pantai, yang akhirnya lebih banyak diisi dengan berjalan santai, menikmati jajanan-jajanan gerobak yang ramai di pinggir pantai. Mencari sudut yang indah untuk mengambil gambar, mengabadikan momen ang tidak ada duanya. Kembali ke sekolah dengan angkutan umum dna menghabiskan sisa liburan dengan lebih banyak bersantai. Latihan upacara di malam hari untuk kelas yang bertugas pada upacara bendera. Hingga terus berulang dari hari ke hari yang terkadang membuat jenuh namun tetap asyik dilakoni.

Terlepas dari semuanya, 3 tahun yang tak terlupakan itu adalah karena kehadiran kawan-kawan hebat yang tidak ada duanya, keluarga 5cm yang benar-benar lebih dari kawan biasa. Guru-guru tangguh yang sangat banyak meluangkan waktunya untuk kami, dari pagi hingga sore dan terkadang berlanjut hingga malam hari, guru-guru yang tidak hanya mengajar tapi mendidik kami menjadi orang yang dapat diandalkan. 

Di gedung-gedung sekolah yang sekitarnya belum ramai penduduk itu kita dipertemukan, tanpa pernah meminta agar berada bersama selama 3 tahun. Pertemuan yang menyatukan kita menjadi keluarga. Dan akhirnya, setelah 3 tahun berlalu, saya sangat merindukan semuanya. 

Tidak mudah menemukan kawan seperti mereka dan tidak mungkin melupakan kawan seperti mereka.


6 September 2014
Ketika rindu segalanya ^_^

Sabtu, 07 Juni 2014

Ada yang Marah Sepulang Sekolah

Ada yang marah sepulang sekolah dan mungkin juga kecewa sehabis ujian.
Bukan karena tidak bisa mengerjakan soal ujian, tapi karena ada guru yang memberi jawaban ke murid. 
Bagaimana tidak, dia yang telah belajar susah payah, tak pernah tahu kalau seperti itulah yang namanya ujian.
Dan dia hanya bisa protes dengan diamnya.

Jika memang seperti itulah yang namanya ujian, biarlah ujian itu berjalan sebagaimana orang mengartikannya. Tapi ada baiknya jika anda menjaga agar dia tidak tahu rupa dari ujian itu. 
Biarkan dia tetap polos dengan caranya mengartikan ujian.

#latepost
(ditulis setelah dapat aduan dari bapak dan mama)

Menunggu akhir Juni

Menunggu hingga akhir Juni itu lama..
Ada, Februari dengan mata kuliah baru (yang cukup berat). Maret dengan kuliah, kuliah, pelatihan, dan belajar. April dengan kuliah, rapat, ujian, dan praktikum. Mei yang penuh dengan deadline tugas dan lagi-lagi praktikum, ditambah ujian. Dan Juni yang benar-benar ujian. 

Juni, sebentar lagi ujian selesai dan libur. Libur artinya bisa pulang ke rumah. Main, istirahat, berkumpul dengan keluarga, jalan-jalan, dan banyak aktivitas menyenangkan lainnya. Sayangnya, libur tidak selalu berarti harus pulang ke rumah. Ada banyak kegiatan yang (mungkin) lebih bermanfaat. Pindahan, menyelesaikan urusan ekivalensi di jurusan, dan belajar (Ah! berat sekali mengatakannya).  

Menanti hingga akhir Juni itu lama. Lama... hingga sekarang tak lagi ada gunanya. Karena pada akhirnya, di penghujung penantian, Juni pun tak mengizinkan untuk segera pulang. Semoga saja ini bukan berarti bahwa berkumpul dengan kelurga tidak lebih penting dari semuanya. Mungkin harus menunggu akhir Akhir Juli, yang dengan senang hati akan mengantarkan ke bandara. Bersabarlah...

Rabu, 23 April 2014

Kita Beda

Kita beda, dengan mereka yang menomor satukan nilai yang semu.
Kita beda, dengan mereka yang rela menyimpan kejujurannya untuk sebuah kepuasan dan prestasi sesaat, yang menganggap mengandalkan "jujur dan usaha" itu kolot.
Kita beda, dengan mereka yang tanpa malu mengusik ketenangan orang lain saat ujian, menunggu salinan jawaban yang lagi-lagi akan mengangkatnya.
Kita beda, dengan mereka yang lebih percaya akan karya orang lain

Kita beda dan kita harus tetap beda, meski mungkin kitalah orang "kolot" itu.

untuk adikku, yang selalu istiqomah dengan idealismenya meski selalu dibuat makan hati
selamat menyelesaikan ujian di sekolah dasar ^_^

Sabtu, 12 April 2014

Kita Tetap Sahabat

Dulu, kita makan bersama. Belajar, bermain penuh canda bersama, dan berbagi cerita bersama. Kala itu kita adalah sahabat

Kini, kau makan sendiri, ahh mungkin karena lupa mengajak. Tapi belajar dan tertawa pun kau sendiri. Berjalan sendiri-sendiri. Aku sendiri dan kau sendiri. 
Saat ini, kita adalah tetap sahabat.

Karena kita tetap merindu meski tak menyapa. 
Karena persahabatan terlalu sederhana jika hanya kau dan aku bersama dalam segalanya. 
Sahabat adalah yang kurindukan dan kau rindukan, sahabat adalah yang sangat kau kenal dan kukenal, yang selalu mendapat perhatian, yang saling takut kehilangan, yang saling banyak mengingat, yang saling menyebut dalam doa.

Kita tetap sahabat, meski tak selalu bersama dan saling menyapa. Dan suatu hari nanti, semuanya akan seperti dulu, mungkin sedikit berbeda

H111 00.45