Selasa, 24 Maret 2015

(Belajar) Mencintai Geokimia

Catatan kecil dari seorang awam yang baru saja diperkenalkan dengan sosok yang bernama geokimia. 


Saya adalah mahasiswa semester 6 yang sekarang seharusnya tengah disibukkan dengan yang namanya kolokium, sebagaimana kebanyakan teman saya yang hampir setiap waktu berurusan dengannya. Di jurusan kami, kolokium adalah mata kuliah wajib yang me-review jurnal atau menuliskan kembali jurnal (baca: jurnal intetrnasional) orang lain dalam sebuah naskah kolokium kemudian dipresentasikan di depan dosen, kami menyebutnya sidang (sebelum Tugas Akhir). 

Kenyataannya, saya yang tengah duduk di semester 6 ini belum mengambil mata kuliah wajib bernama kolokium tadi. Meski demikian, konon kabarnya saya telah bertekad menggarapnya mulai sekarang, sehingga semester 7 nanti bisa fokus dengan Tugas Akhir. Beberapa bulan yang lalu, saya memutuskan untuk mendalami bidang geokimia (baca: saat itu saya masih belum punya gambaran yang terlalu jelas). Ketika mulai belajar geokimia ini, saya menemukan sesuatu yang kimia, biologi, dan geografi banget. Menarik, sayangnya geografi adalah salah satu mata pelajaran yang selalu membuat saya tertidur (alias sengaja tidur) di kelas, SMP dan SMA, bahkan ketika diletakkan pada jam pertama. Karenanya, saya berkesimpulan bahwa saya tidak (terlalu) suka dengan pelajaran ini. Beruntungnya, nilai IPS saya ketika SD terbilang di atas rata-rata.

Sejak mengikuti kelas Pengantar Geokimia Organik, saya jadi mulai belajar mencintai geokimia dan semua yang berhubungan dengan geokimia, termasuk geografi (baca: sebenarnya geologi lebih tepat) tadi. Ketika menuliskan cerita ini, saya mungkin telah sedikit berhasil mencintainya, buktinya saya menuliskan ini sambil membuka-buka jurnal geokimia organik, meskipun pada akhirnya halaman yang paling awet adalah halaman ini.

Katanya, kita bisa mencintai sesuatu yang awalnya tidak kita sukai dengan belajar mencintainya, tapi tidak sebaliknya.

Perpustakaan
24 Maret 2015
Selepas kelas Technopreneurship

Selasa, 10 Maret 2015

International Women's Day: 3 Jam Bersama Ibu Sri Fatmawati

Sepotong cerita dari Ibu Sri Fatmawati, S.Si, M.Sc, Ph.D, ibu 3 orang anak, peraih penghargaan International Fellowship L'Oreal for Women in Science 2013.

(blur, foto bareng ibu cantik nan keren)


Kita tidak serta merta menjadi female scientist
Kita tidak akan serta merta menjadi female scientist bahkan ketika kita menginginkannya. Seorang scientist harus punya sense of scientist, sense of research, effort yang luar biasa, serta semangat yang semuanya harus dibangun jauh sebelum menjadi scientist.

Wanita, ibu, dan female scientist
Pada kenyataannya, kelak perempuan yang beranjak dewasa akan menjadi seorang istri, lantas mengandung, kemudian melahirkan, dan menjadi seorang ibu. Karenanya, bukan pilihan yang mudah menjadi seorang female scientist.

Menjadi wanita, ibu, dan perempuan peneliti secara bersamaan akan menguras lebih banyak tenaga. Wanita. Suatu hari nanti, akan melalui fase kehamilan yang secara hormonal akan mengalami morning sickness (atau bisa jadi all day sickness) dan perasaan stress, sementara masih tetap harus mengerjakan penelitian di laboratorium, mengajar, presentasi, dikejar deadline, dan sebagainya. Disinilah peran mental dan semangat yang kuat.

Ibu, seorang yang ahli nutrisi, bekerja seperti pelayan dan guru. Female scientis yang juga seorang ibu harus punya kekuatan, semangat, dan waktu lebih. Sembari mengerjakan penelitian, ia harus terus menambah wawasannya dengan membaca, menyiapkan nutrisi yang baik untuk keluarga, pagi, siang, dan  malam, bekerja layaknya pelayan untuk keluarga di rumah, serta guru bagi anak-anaknya. Lagi-lagi disinilah mental dan semangat yang kuat berperan.

Perempuan peneliti harus pandai membagi waktunya, menjadi wanita, ibu, dan  scientist.

Ingin menjadi female scientist, persiapkan dari sekarang
Niat. Kekuatan itu lahir dari niat. Yakinkan diri sendiri kemudian sampaikan pada orang tua karena orang tua dalah orang yang harus dilibatkan dalam suksesnya female scientist. Menyampaikan keinginan pada orang tua setidaknya akan memberikan dukungan dan doa.

IP. Seorang female scientist akan mengikuti berbagai jenjang pendidikan. IP adalah persyaratan administratif yang akan mengantarkan kita pada jenjang yang lebih tinggi.

Bercita-citalah dan belajar, usahakan cita-cita itu dengan kemampuan dan usaha terbaik.

Penunjang. Seorang peneliti harus punya pandangan yang luas dan trade record yang jelas. Beberapa hal yang menunjang misalnya aktif mengikuti kegiatan keilmiahan, memperbaiki toefl, dan banyak membaca, karena inspirasi bisa datang dari mana saja.

Pendamping. Karena beratnya tanggung jawab dan fenomena yang akan dihadapi oleh seorang female scientist, maka pendamping adalah salah satu bagian penting yang perlu dipersiapkan. Pendamping untuk seorang female scientist, sebaiknya in line atau sepemikiran (baca: bukan berarti harus sama-sama peneliti). Female scientist butuh dukungan dalam menjalankan aktivitasnya dan pendamping adalah supporter yang baik.

DoaFemale scientist tidak hanya pandai mengerahkan usaha terbaiknya, tapi juga harus pandai meminta pada yang punya hidup. Keinginan itu tidak selalu sama dengan kenyataan.

Libatkan Yang Kuasa dalam setiap pengambilan keputusan.


Menjadi seorang female scientist membutuhkan waktu yang lebih banyak, pengorbanan, dan kerja keras. Biasakanlah berada dalam jadwal yang padat mulai dari sekarang.

Ketika jatuh, bangkitlah lagi, karena jatuh berarti harus berusaha lebih keras lagi. Do your best dan serahkan hasilnya pada yang Kuasa. Hasil tidak akan pernah menghianati usaha.

---


Kita tidak bisa memilih untuk menjadi atau tidak menjadi perempuan, namun kita bisa memilih untuk menjadi perempuan dewasa.
Kehidupan itu berawal dari rahim perempuan, karenanya perempuan itu tidak hanya tentang dirinya sendiri, tapi juga tentang peradaban yang akan dibangunnya.

8 Maret 2015

Happy international women’s day