Rabu, 06 Maret 2013

Aku Sayang Bapak


Aku bahkan sudah tidak ingat bagaimana wajah ceriaku saat ditimang bapak. Kala itu usiaku belum cukup setahun. Yang kutahu aku pernah ditinggal belajar bapak. Entah berapa tahun lamanya. Yang kuingat ketika aku mulai belajar membaca aku sering mendapat kiriman surat dari. Jika anak perempuan seusiaku saat itu merasa senang ketika mendapat hadiah boneka dari ayahnya, maka aku akan merasa senang ketika mendapat selembar surat kiriman dari bapak. Waktu itu aku memang belum pandai membaca, tapi aku tahu kalau tulisan itu adalah kerinduan dan kasih sayang bapak yang membuatku tak pernah sanggup menahan tangis ketika membacanya, bahkan ketika tulisan itu kubaca sekarang aku masih tak akan kuasa menahan tangis. Bapak mungkin tidak pernah tahu, ketika aku mulai belajar di bangku sekolah dasar di bukan tingkat satu, dua, atau tiga lagi, aku seringkali membuka kembali tulisan-tulisan itu, entah itu ditujukan kepadaku, kepada mama ataupun surat milik kakak. Aku suka membacanya, dalam tulisan itu aku bisa merasakan rindu dan kasih sayang. Sayang, sekarang sudah bukan zamannya berkirim surat.

Aku bahkan masih ingat ketika aku khawatir tidak bisa merayakan lebaran karena belum punya baju baru. Waktu itu aku masih di taman kanak-kanak. Dua hari lagi lebaran tiba, tapi bapak belum juga pulang dari perantauan dan aku belum punya baju baru. Rasanya iri melihat anak-anak lain seusiaku yang bisa memilih sendiri baju lebarannya bersama ayahnya, sementara aku, bapakku bahkan belum kunjung pulang dari tempatnya menimba ilmu. Tapi ternyata bapak tidak lupa, sebelum hari lebaran tiba bapak pulang dengan membawakan dua pasang baju lebaran, sayang ukurannya tidak ada yang pas, semuanya kebesaran, mungkin bapak mengira aku sudah tumbuh jauh lebih besar, tapi aku suka baju itu. Hijau dan biru.

Entah setiap berapa bulan sekali ayah bisa pulang. Aku selalu rindu momen ketika ayah pulang dan aku selalu mendapat hadiah buku cerita dari bapak. Terlihat tidak istimewa, tapi sangat berharga dan awet :). Aku selalu rindu libur caturwulan menjelang masuk sekolah. Jika libur sekolah tiba, bapak akan mengantarkan kami membeli kebutuhan sekolah ditemani vespa pink kesayangan, Kakak pertama dan keduaku akan duduk di kursi belakang, sementara kau dan kakak ketigaku akan berdiri di bagian depan. Momen menyenangkan yang tak terlupakan. Aku rindu masa liburan ketika aku dan kakakku diajak jalan-jalan ke pasar. Bapak sangat pandai menawar harga barang, maklum ketika SMA bapak pernah menjualkan barang keluarganya agar bisa bersekolah.

Di malam hari ketika sudah waktunya tidur dan mataku enggan terpejam, bapak akan menyanyikan sebuah lagu pengantar tidur berbahasa bugis. Aku masih ingat nada dan liriknya. Sebelumnya bapak akan menceritakan kepadaku kisah kecilnya, perjuangannya untuk bisa tetap bersekolah, dan aku akan selalu menangis dalam mata terpejamku. Aku rindu tangan halus bapak yang membelai rambutku, mengusap kepalaku sebelum tidur. Di usiaku kini yang tinggal jauh dari rumah, aku bahkan sudah sangat jarang bisa merasakan kehangatannya. Aku belajar makna dan pentingnya sebuah perjuangan dari cerita pengantar tidurku.

Aku tak pernah yakin sepenuhnya ketika memutuskan untuk melanjutkan sekolah di sekolah berasrama setamatku dari sekolah dasar. Entah, aku mungkin mulai berpikir untuk maju saat itu. Aku bahkan tak pernah mempertimbangkan bahwa aku akan merasa ketagihan, dan hingga kini aku baru sadar bahwa sesekali aku butuh tidak tinggal jauh dari rumah. Sebenarnya akupun enggan melepas langkahku jauh ke tempat ini. 

Di usiaku yang ke 18 aku memutuskan untuk tinggal sangat jauh dari rumah, bahkan aku tak bisa pulang setiap bulan seperti ketika aku masih SMP dan SMA. Aku ingat ketika mengambil keputusan, hari itu aku dengan mantabnya memilih untuk tinggal jauh tanpa memikirkan konsekuensi dahulu. Di hari keberangkatanku aku bahkan masih ingat ketika bapak memasuki kamarku. Aku tahu setiap orang tua tidak akan pernah memperlihatkan sisi lemahnya di depan anaknya untuk mengajarkan betapa pentingnya sebuah kekuatan. Tapi hari itu, mungkin bapak merasa jauh lebih sedih dariku hingga beliau tak mampu lagi menahan air matanya. Rasanya aku makin enggan pergi jauh. Bapak menangis duluan di hadapanku, mendekap tubuhku hingga dapat merasakan betapa sayang dan sedihnya waktu itu. 

Kini, aku yang ketika baru dilahirkan ditinggal belajar oleh bapak, berbalik meninggalkan bapak untuk belajar di kota pijakan yang sama. Aku bahkan merasa belum cukup dewasa untuk melewati setiap hari-hariku dirantauan, namun inilah risiko sebuah perjuangan. Ya, risiko dari sebuah pilihan dan perjuangan. 

Aku sayang bapak. Maafkan aku yang hingga kini belum bisa memberimu sesuatu berharga dan tak akan bisa membalas jasa-jasamu. Aku akan menjadi orang besar dan belajar dari perjuanganmu. Aku rindu menjadi gadis kecilmu. Terima kasih bapak..

(H110/3maret2013-21.51WIB) 

11 komentar:

  1. Postingan Anda bagus. Dulu, saya juga sekolah asrama dan meninggalkan kedua orang tua. Rasa rindu dan sedih karna jauh dari keduanya. Semoga apa yg diperjuangkan saat ini, mendapatkan hasil yg baik dikemudian hari. amin

    Lanjutkan dan teruskanlah untuk berkarya. Saya suka membacan tulisan Husnul Khatimah. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin..smg kesuksesan selalu bersama kita

      Terima kasih :)

      Hapus
  2. yep, nikmat yang sangat besar ketika memiliki keluarga yang penuh cinta kasih.

    BalasHapus
  3. Tulisanmu sederhana tapi menggugah dan menginngatkan kita kepada sang ayah.
    Aku mengalami hidup yang jauh lebih tragis, tetapi aku belum bisa menuliskannya. hehehe... saya suka tulisanmu.
    Terus berkarya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih...
      tetap semangat, ditunggu tulisannya kk ^^

      Hapus
  4. Sunggug, tulisan ini menyentuh

    Tidak ada pelaut tangguh yang lahir dari ombak yang kecil ...
    Sukses Selalu ..,

    BalasHapus
  5. Tulisan kaka keren... mengingatkanku dengan Bapakku yg pergi jauh.:)

    BalasHapus