Catatan kecil dari seorang awam yang baru saja diperkenalkan dengan sosok yang bernama geokimia.
Saya adalah mahasiswa semester 6 yang sekarang seharusnya tengah disibukkan dengan yang namanya kolokium, sebagaimana kebanyakan teman saya yang hampir setiap waktu berurusan dengannya. Di jurusan kami, kolokium adalah mata kuliah wajib yang me-review jurnal atau menuliskan kembali jurnal (baca: jurnal intetrnasional) orang lain dalam sebuah naskah kolokium kemudian dipresentasikan di depan dosen, kami menyebutnya sidang (sebelum Tugas Akhir).
Kenyataannya, saya yang tengah duduk di semester 6 ini belum mengambil mata kuliah wajib bernama kolokium tadi. Meski demikian, konon kabarnya saya telah bertekad menggarapnya mulai sekarang, sehingga semester 7 nanti bisa fokus dengan Tugas Akhir. Beberapa bulan yang lalu, saya memutuskan untuk mendalami bidang geokimia (baca: saat itu saya masih belum punya gambaran yang terlalu jelas). Ketika mulai belajar geokimia ini, saya menemukan sesuatu yang kimia, biologi, dan geografi banget. Menarik, sayangnya geografi adalah salah satu mata pelajaran yang selalu membuat saya tertidur (alias sengaja tidur) di kelas, SMP dan SMA, bahkan ketika diletakkan pada jam pertama. Karenanya, saya berkesimpulan bahwa saya tidak (terlalu) suka dengan pelajaran ini. Beruntungnya, nilai IPS saya ketika SD terbilang di atas rata-rata.
Sejak mengikuti kelas Pengantar Geokimia Organik, saya jadi mulai belajar mencintai geokimia dan semua yang berhubungan dengan geokimia, termasuk geografi (baca: sebenarnya geologi lebih tepat) tadi. Ketika menuliskan cerita ini, saya mungkin telah sedikit berhasil mencintainya, buktinya saya menuliskan ini sambil membuka-buka jurnal geokimia organik, meskipun pada akhirnya halaman yang paling awet adalah halaman ini.
Katanya, kita bisa mencintai sesuatu yang awalnya tidak kita sukai dengan belajar mencintainya, tapi tidak sebaliknya.
Perpustakaan
24 Maret 2015
Selepas kelas Technopreneurship
Tidak ada komentar:
Posting Komentar